Kisah Puang Conci, DIA BISA, WALAU DENGAN KETERBATASAN

Puang Conci, di Desa Mamampang, Dusun Sangkara'na, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Selasa, 23 Desember 2014 Lalu. 

GOWA -  Kisah yang mengharukan, di suatu area perkebunan yang jauh dari pemukiman warga, tinggal seorang bapak tua yang memiliki keterbatasan panca indra yaitu buta. Dia menyendiri di suatu rumah kecil beratapkan rumbia dan berdinding anyaman bambu. Di samping rumahnya mengalir sebuah sungai dari atas gunung. Area rumah dikelilingi sawah dan bukit hutan yang tak digarap. Selain sepi, rumah yang telah ditempati sejak beberapa tahun ini juga tidak teraliri listrik.

Sehari hari duda tua dengan dua orang anak ini bekerja dengan beternak kambing. Ia mengurusi 3 ekor kambingnya sejak ditinggalkan anaknya pergi ke kota makassar. Anaknya berangkat ke kota dengan tujuan mulia. Anak pertama berusia 20 tahun mencoba meringankan beban orang tuanya dengan bekerja sebagai kuli bangunan. Anak kedua yang berusia 18 tahun mondok di Pondok Pesantren Roudhotul Jannah Daya. Kini, bapak tua yang ditinggal istri sejak puluhan tahun itu tinggal sendiri dirumah sederhananya itu.

Selain mengurusi kambing, bapak dengan sapaan Puang Conci itu biasanya mencari penghasilan tambahan dengan membuat atap rumah yang dianyam dari daun rumbia. Daun rumbia yang diambilnya pun merupakan milik orang lain, dengan ketentuan hasilnya akan dibagi dua dengan sang pemilik. Sungguh, penghasilan yang tidak seberapa, namun baginya, semua rezeki telah diatur oleh allah.

Dengan keterbatasan panca indra yang dimilikinya, tak menjadi penghalang baginya untuk tekun beribadah kepada allah. Ketika datang waktu sholat, maka diapun segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat. Tak hanya sholat lima waktu yang ditekuninya, sholat malam pun jarang ia tinggalkan. Bermodalkan sebuah senter, dia bangun di sepertiga malam yang akhir sembari berdoa memohon pertolongan kepada sang pencipta. Ia mengintip jarum jam dengan menyenter dari dekat. Dengan begitu, ia dapat melihat bayang bayang jarum jam dinding yang dimilikinya. Tak jarang pula, dia hanya bisa mengetahui waktu sholat subuh ketika ayam yang dipeliharanya sudah berkokok.

Tak hanya sholat, bapak dengan usia 54 tahun ini juga rutin mengikuti pengajian setiap hari jumat. Dia mempelajari alquran dan hadis sejak setahun silam. Sejak itu, ia telah berniat mengabdikan dirinya beribadah kepada allah karena ia sadar, hidup ini hanyalah sementara dan tidak berarti tanpa ibadah. Baginya, usia yang telah senja memaksanya ia harus berbenah diri. Meski hanya dapat mengikuti pengajian dengan mustami' (mendengarkan), namun setidaknya ia dapat sedikit demi sedikit dapat memahami ilmu yang disampaikan oleh sang ustad. Bermodalkan semangat dan perjuangan ia mendatangi tempat pengajian dengan berjalan kaki sepanjang kurang lebih 2 kilo meter dari rumahnya. Meski dengan serba keterbatasan yang dimilikinya, namun semangatnya patut diacungi jempol.

Semoga, bapak ini selalu diberikan perlindungan dan kesehatan oleh Allah. Dan kita yang diberikan kesempurnaan semoga dapat termotivasi untuk lebih giat dalam beribadah.
(Kreator: Mustaufiq)
Lebih baru Lebih lama
Liputan Keren